“Syukur Alhamdulillah tiga tahun terakhir semua jenis kekerasan trennya menurun,” ungkap Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati, memulai pembukaan hasil dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024.
Perkembangan ini menandai kemajuan signifikan terkait penurunan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, yang tidak hanya menggembirakan tetapi harus terus dipertahankan dan ditingkatkan.
Data SPHPN 2024 menunjukkan bahwa terjadi penurunan prevalensi kekerasan seksual dan atau fisik terhadap perempuan oleh pasangan dan atau selain pasangan, baik dalam setahun terakhir (-2,1 persen) maupun seumur hidup (-2 persen), sebagaimana dibandingkan dengan data pada tahun 2021.
Deputi Ratna menegaskan bahwa, “Hasil SPHPN 2021 dan 2024 menunjukkan bahwa Indonesia berhasil mencapai penurunan kekerasan terhadap perempuan yang merupakan target RPJMN 2020-2024.”
Fenomena kekerasan ini cenderung berlangsung pada perempuan yang berdomisili di perkotaan, memiliki pendidikan minimal setingkat SMA, dan atau mereka yang bekerja.
Survei ini mengungkapkan bahwa pada 2024, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual selama hidupnya.
Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kekerasan di negara ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata global pada tahun 2023, yang mencatat satu dari tiga perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan serupa.
Mengenai fenomena kekerasan berbasis gender online (KBGO), studi tersebut juga mencatat penurunan yang signifikan. Umumnya KBGO terjadi pada perempuan muda, usia 15-24 tahun.
Dalam pencapaian penurunan kekerasan tersebut, berbagai strategi telah diterapkan oleh KemenPPPA, termasuk peningkatan kesadaran publik mengenai masalah kekerasan, kebijakan-kebijakan pemberdayaan, serta perlindungan anak, dan peran serta pendidikan dalam pencegahan kekerasan.
Data SPHPN 2024 yang berhasil dikumpulkan di 38 provinsi dan 178 kabupaten/kota, dengan target responden perempuan usia 15-64 tahun, adalah bukti nyata dari kemajuan yang dicapai.
Dengan hasil ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan kesadaran publik terhadap masalah kekerasan, kebijakan pemberdayaan dan perlindungan anak yang efektif, serta kontribusi pendidikan dan pekerjaan dalam mengurangi kekerasan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Statistik tersebut dan implikasinya bagi perempuan merupakan langkah awal yang baik, tetapi perlu digarisbawahi bahwa penurunan ini harus berkelanjutan. KemenPPPA bersama dengan pihak terkait diharapkan terus mengembangkan inisiatif dan strategi, termasuk mengoptimalkan pengaruh RPJMN dalam perlindungan hak perempuan di masa mendatang, khususnya dalam mewujudkan masyarakat yang bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.